Gema Ramadan

[CERPEN] Tentang Ramadan

Bulan ramadan tinggal menghitung hari. Seluruh umat islam menyambut nya dengan suka cita. Karena memang ramadhan adalah bulan yang mulia, semua orang menantikan kehadirannya dan merindukan suasana saat itu. Namun, tidak untuk Radit baginya semua bulan itu sama tak ada yang berbeda.

Didalam keluarganya tak ada istilah shalat, puasa dan mengaji. Kecuali perayaan idul fitri yang akan di sambut sangat meriah oleh mereka. Mereka memang muslim namun hanya diatas kertas, mereka tidak pernah melaksanakan perintah yang ada dalam islam. Orangtua nya tak pernah mengajari tentang agama, bagaimana cara shalat, mengaji, dan puasa.

Radit merupakan anak tertua dia sudah bekerja dan punya bisnis yang mumpuni. Dia tinggal bersama ibunya dan kedua adiknya Sera dan Niko yang kedua nya masih kuliah. Sedangkan ayahnya baru meninggal beberapa bulan yang lalu.

Harta yang melimpah membuat mereka lupa akan Tuhan, hingga lupa akan ibadah. Setelah ayahnya meninggal, Radit mulai merasakan sesuatu, hatinya tiba-tiba kosong gelisah dan dia tak bisa merasa tenang dan bahagia. Kematian selalu terngiang-ngiang di telinganya setelah dia ikut turun ke liang lahat untuk memakamkan ayahnya, dia merasa kematian itu sangat dekat dia takut dan jika mengingat hal itu dia merasa sesak tak mampu bernafas.

“tok…tok…tok…”Seseorang mengetuk pintu membuat Radit sadar dari lamunan nya.

“Mas Radit ayok turun”

Dan mereka pun makan bersama. Di sela-sela makan ibunya dan kedua adiknya membicarakan soal hari raya yang akan menjelang nanti, mereka sudah sibuk untuk mencari model dua baju yang akan dipakai, dekorasi-dekorasi untuk ruang tamu dan kue-kue yang akan dihidangkan. Radit hanya menyimak percakapan mereka, dia tidak sadar mereka melewatkan sesuatu yang penting yaitu puasa ramadhan.

“Kamu kenapa Dit, kok bengong?.” Tanya mamanya melihat Radit yang hanya diam.

”gak kenapa-napa maaa” jawabnya.

“Mas Radit akhir-akhir ini kenapa sih kok suka bengong Cuma diam gak kayak biasanya?” tanya Sera melihat perubahan sikap Radit.

“apa Mas Radit masih sedih dengan kepergian papa?” tanya Niko pula.

“udahlah Dit, kita ga boleh sedih lagi papa juga udah bahagia disana, sebenarnya mama juga sedih karena ini tahun pertama kita menyambut idul fitri tanpa papa, tapi kita harus lanjutin hidup kita ga boleh larut dalam kesedihan” jelas mamanya.

Dalam hati Radit hanya berkata apa benar papa nya benar bahagia di sana dia tidak mengerti kebahagiaan apa yang dia rasakan disana. Pikiran itu mulai bermunculan satu-persatu dia diserbu pertanyaan yang tak mampu dia jawab karena terlalu difikirkan hingga dia bermimpi melihat papanya sedang disiksa oleh orang yang tak dikenalnya.

Dia pun terbangun tubuh nya berkeringat dingin dia masih mengatur nafas yang masih ngos-ngosan seperti habis berlalri. Tak lama kemudian terdengar sayup-sayup suara azan subuh dia pun keluar dari kamar nya menuju beranda agar azan jelas terdengar.

Dia memejamkan mata dalam mendengarkan azan tersebut hatinya merasa tenang. Radit sering mendengarkan azan berkumandang namun tak pernah dia merasakan setenang ini. Tiba-tiba dia ingin sekali shalat namun dia tidak bisa karena dia tidak tau cara nya, dia pun mencari sesuatu dia mengingat ada al-qur’an yang tersimpan didalam kamarnya.

 

Penulis                        : Sartika Dewi

Alamat                        : Lokop-Aceh Timur

 

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button